PC PGRI CIDAUN

Saturday, 6 February 2016

Kurikulum 2013 Merata Pada 2018

Kurikulum 2013 Merata Pada 2018
Jakarta, semua sekolah ditargetkan mulai mempratikkan kurikulum 2013 pada tahu 2018. Untuk tahun ini, sekolah yang di tunjukan sebagai sekolah uji coba Kurikulum 2013 tetap hanya 6.221 sekolah. Sekolah bukan sasaran yang bersikeras memakai kurikulum 2013 akan mensulitkan mengisi atau mengakses data pokok pendidikan.
Hal itu di tegaskan Menteri  Pendidikan Dan Kebudayaan Anies Baswedan di sel-sela rehat rapat Kerja pertama dengan komisi X DPR, selasa (27/1), di Jakarta. “yang boleh memakai Kurikulum 2013 hanya sekolah yang ditunjuk. Selebihnya harus tetap memakai kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau kurkulum 2006. Yang lain, tidak boleh. Nanti dikuncinya di dapodik (data pokok pendidik). Sekolah non-sasaran hanya akan bisa mengakses dapodik kurikulum 2006,” ujar Anies.
Dalam rapat kerja pertama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Komisi X yang dihadiri 49 anggotanya mempertanyakan alasan penghentian Kurikulum 2013 bagi mayoritasnya sekolah, bahkan bagi sekolah yang siap melaksanakan. Penghentian Kurikulum 2013 dinilai tak tepat karena sudah banyak anggran yang dikeluarkan, terutama untuk pembelian buku. Para anggota Dewan menyarankan Kurikulum 2013 tetap dilanjutkan di semua sekolah, tetapi sambil dievaluasi dan disempurnakan agar menjadi kurikulum “breusia panjang” dan mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. 
Dalam pemaparannya, Anies mengatakan, Kurikulum 2013 sampai saat ini dilaksanakan 6.221 sekolah. Menurut rencana, pada semester II, aka nada 12.480 sekolah yang melaksanakan Kurikulum 2013.
Zulfadhli, anggota Komisi X, menanyakan alasan pemilihan sekolah-sekolah yang ditunjuk sebagai percontohan Kurikulum 2013. Banyak sekolah yang ingin tetap melanjutkan Kurikulum2013 meski baru melaksanakan selama satu semester, tetapi tidak boleh. “Meski baru satu semester, mereka sudah siap,” ujarnya.
Utut Adianto, mantan Wakil Komisi x, mengingatkan rekomendasi panitia kerja Kurikulum 2013 yang dibentuk pada era Mendikbud Mohammad nuh. Saat itu, perubahan kurikulum semata-mata karena terlalu banyak mata pelajaran dan buku sekolah yang dibawa anak. Meski disederhanakan, biaya penyusunan dan pelaksanaan Kurikulum 2013 hingga Rp 2,7 triliun.
Ketegasan
Utut menyadari kebijakan Kurikulum 2013 sepenuhnya wewenang Kemdikbud. Namun, Kemdikbud tetap perlu menjelaskan secara komprehensif alasan penghentian Kurikulum 2013 bagi mayoritas sekolah. “Pemerintah harus tegas menetapkan syarat atau kriteria sekolah yang lanjut dan tidak,” ujarnya.
Zulfadhli juga meminta agar evaluasi pelaksanaan Kurikulum 2013 dipercepat sehingga tidak perlu menunggu pelaksanaan untuk semua sekolah pada 2009, seperti yang direncanakan kemdikbud. “Jangan terlalu lambat karena ini terkait dengan bonus demografi,” kata Zulfadhli.
Anggota Komisi X lain, jefirstson, juga tak setuju jika Kurikulum 2013 dihentikan. Dia berpandangan masalah kurikulum pada urusan teknis distribusi buku dan pelatihan guru. Ia mengakui Kurikulum 2013 perlu dievaluasi, tetapi tak perlu sampai dihentikan. Pertimbangannya, banyak sekolah yang telah membeli buku pegangan Kurikulum 2013. (LUK)
===============================================================

Oleh, dari, dan untuk Guru

Untuk pertama kali sejak Hari Guru diperingati dan usia organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia genap 70 tahun, terjadi friksi dalam hal penyelenggaraan peringatan. Perbedaan tanggal 25 November dan 13 Desember 2015, memang hanya faktor penanda waktu, tetapi menarik yang terjadi di sebaliknya. Dinamika kesadaran diri tentang realisasi hak-hak asasi-sesuatu yang menonjol pasca 1998-dinamika tentang hadirnya yang serba "tandingan", dan bukan serba tunggal.
Contoh serupa. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang awalnya merupakan satu- satunya organisasi wartawan, di kemudian hari muncul beberapa organisasi profesional serupa yang didirikan oleh, dari, dan untuk wartawan. Wartawan kemudian dibedakan dari cetak, elektronik, dan digital, tidak lagi sekadar sub dalam PWI. Karena latar belakang masing-masing dimotivasi kepentingan berbeda, organisasi-organisasi itu pun dalam merepresenstasikan diri berbeda-beda. Masuk akal kalau representasi PWI berbeda dengan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), misalnya. PWI akhirnya berjalan bersama dengan puluhan organisasi serupa lainnya.
Kondisi "bunga bermekaran dalam satu taman" itu yang dihadapi PGRI menyangkut organisasi profesi guru, termasuk dosen. Tanggal kelahiran yang diperingati tiap tahun oleh PGRI pada era Orde Baru disatukan dengan Hari Guru, 25 November. Pada 2015, PGRI yang menjadi awal organisasi- organisasi guru sebelum beberapa yang lainnya memindahkan peringatan kelahirannya tidak lagi 25 November, tetapi 13 Desember. Pemerintah menyelenggarakan acara Hari Guru tanggal 25 November 2015.
Friksi terjadi karena perbedaan dalam menyikapi perkembangan. Guru-guru yang terorganisasi dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tidak hadir resmi dalam acara peringatan Hari Guru 25 November, sebaliknya dalam kementerian terkait terkesan ada perbedaan cara menyikapi.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan tidak hadir pada acara tanggal 13 Desember karena tidak diundang, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi mengeluarkan surat edaran agar guru tidak hadir dalam acara HUT PGRI tanggal 13 Desember, Presiden Joko Widodo yang semula bersedia hadir-bertahun-tahun presiden RI selalu hadir dalam acara HUT PGRI sekaligus Hari Guru-diwakili Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani.
Friksi yang terjadi tidak perlu terjadi asal perkembangan disikapi secara jernih dan wajar-wajar saja-berdasarkan Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Pasal 41 Ayat 1) organisasi guru tidak perlu tunggal lagi, tidak ditingkahi sikap sok kuasa.
PGRI yang lebih dari 50 tahun menjadi organisasi guru dan dosen tetap eksis, organisasi serupa lainnya biar juga berkembang. Mereka sama-sama lembaga yang didirikan atas nama oleh, dari, dan untuk guru/dosen, yang eksistensial sesuai dengan undang-undang.
Solidaritas dan soliditas
Maksud peringatan HUT tanggal 13 Desember, menurut Ketua Umum PGRI Sulistyo, sebagai kesempatan membangun solidaritas dan soliditas organisasi, tidak perlu dicampur adukkan dengan Hari Guru tanggal 25 November-hari kelahiran PGRI-tetapi biarkan "bunga- bunga bermekaran dalam taman", apalagi menurut undang-undang, organisasi profesi guru tidak tunggal lagi.
Cara menyikapi berkembangnya beberapa organisasi guru pun perlu solid di antara pejabat kementerian terkait. Jangan sampai karena mandat legal kekuasaan dipakai justru untuk membuat layu "bunga-bunga yang mekar di taman".
Friksi yang terjadi dalam organisasi-organisasi guru tidak perlu terjadi asal soliditas dibangun dengan semangat oleh, dari, dan untuk guru. Senyampang itu ketika friksi dibiarkan, ditingkahi tidak adanya soliditas aparat dalam hal menyikapi serta sikap tegar reaktif pimpinan PGRI, justru terbuka lebar pemanfaatan guru untuk kepentingan politik praktis. Kalau mau kuat dalam memperjuangkan kepentingan organisasi, PGRI dan organisasi keguruan perlu duduk bersama.
Begitu juga pejabat kementerian terkait perlu bertemu sehingga tercipta sebuah orkestra yang enak di telinga dari berbagai instrumen. Masih lebih banyak prioritas dan persoalan mendesak dalam praksis pendidikan perlu ditangani daripada urusan internal organisasi guru. Biarkan organisasi berkembang sesuai dengan prinsip oleh, dari, dan untuk guru. (ST SULART0)

Sunday, 30 August 2015

Buku Petunjuk Penggunaan e-PUPNS Tahun 2015

Buku Petunjuk Penggunaan e-PUPNS Tahun 2015
BKN menerbitkan buku petunjuk teknis (juknis) penggunaan sistem e-PUPNS tahun 2015
Badan Kepegawaian Negara (BKN) tengah membangun Sistem Pendataan Ulang Pegawai Negeri Sipil Elektronik (e-PUPNS) tahun 2015. Sistem ini berfungsi sebagai perangkat (tool) dalam dalam mendukung kegiatan penda-taan ulang PNS. Selain itu, sistem ini juga berfungsi sebagai sarana untuk membangun komunikasi antar semua pihak yang terkait dalam proses pendataan ulang PNS baik Instansi Pusat maupun Daerah.
Sistem e-PUPNS dibangun dengan terknologi berbasis web, saat ini untuk pengguna dapat mengakses dengan menggunakan web browser melalui alamat http://pupns.bkn.go.id. Untuk membantu pihak-pihak terkait yaitu Pengguna (User), Hepdesk, dan Admin Instansi, BKN menerbitkan buku petunjuk teknis (juknis) penggunaan sistem e-PUPNS tahun 2015. Buku petunjuk penggunaan tersebut dapat didownload di tautan berikut ini:
3. Download Buku Petunjuk Admin Instansi Sistem e-PUPNS
Pelaksanaan pendataan ulang PNS secara online ini sebagai tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan untuk memperoleh data seluruh PNS yang akurat, terpercaya dan terintegrasi untuk mendukung pengelolaan manajemen ASN. Pendataan ini terintegrasi antar Instansi Pemerintah baik Pusat dan atau Daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, ditegaskan antara lain untuk menjamin keterpaduan dan akurasi data dalam sistem informasi ASN, setiap instansi pemerintah wajib memutakhirkan data seoara berkala dan menyampaikannya kepada BKN. Setiap PNS berkewajiban mengikuti updating data melalui e-PUPNS.

Saturday, 29 August 2015

Resolusi Mental Guru

Resolusi Mental Guru
Oleh : Mohammad Abduhzen

Kompas – (26/1) Bukanlah bermaksud latah berbicara revolusi mental guru terkait implementasi ide Presiden Joko Widodo yang kian ramai dibicarakan: revolusi mental bangsa . Guru adalah factor berpengaruh besar terhadap hasil pembelajaran-John Hattie (2003) dari Selandia Baru mengatakan,
pengaruh guru 30 persen-sehingga untuk menyukseskan revolusi mental melaui pendidikan, mentalitas guru perlu diubah terlebih dahulu. Mentalitas guru memang harus diubah, ada ataupun tidak ada gagasan revolusi mental dari Presiden Joko Widodo. Mengapa? Tiga alasan . Paling tidak ada tiga alasan. Pertama, hasil riset Profesor Beeby awal 1970-an (bukunya terbit tahun 1975; pendidikan Indonesia) menyimpulkan bahwa persoalan kronis pendidikan kita (baca:Indonesia) diantaranya praktik kelas yang membosankan. Guru-guru mengajar dengan latar belakang pengetahuan dan keterampilan metodik yang minimal sehingga aktivitas kelas bagaikan ritual. Sedikit sekali, kata Beeby, sekolah di Indonesia membantu menumbuhkan potensi seorang murid. Dan, pengaruh sekolah yang menjemukan serta sangat tidak imajinatif tersebut tetap terasa ketika seseorang menjadi dewasa dan atau menjadi pemimpin di masyarakat.
Kemampuan guru dewasa ini tidak lebih baik. Berbagai penilaian yang dilakukan kKementrian Pendidikan dan Kebudayaan(Kemdikbud) menunjukan kompetensi pedagogi dan profesianal guru rata-rata rendah. Hasil uji kompetensi awal (UKA) 2012 memperlihatkan hanya 42,25 (skala 100) yang dinyatakan kompeten; sementara nilai uji kompetensi guru (UKG) 2014 rata-rata 47,6. Keadaan ini akan terus berlangsung apabila tidak ditangani secara tepat dan serius. 
Kedua, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 1 ayat (1) – untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta dididik secara aktif mengembangkan potensi dirinya-menuntut perubahan mental guru sebagai pusat dan sumber utama pembelajaran ke murid sebagai pusat dengan pembelajaran siswa aktif.
Ketiga, profesionalisme guru yang seyogianya meningkatkan mutu pendidikan nasional melalui peningkatan mutu guru, telah mengalami simplikasi makna sebagai”sertifikasi”yang substansinya sebatas tunjangan profesi atau popular disebut sebagai “tunjangan sertifikasi” . Pada sisi lain atas nama profesionalisme, guru dituntut melakukan tugas secara spesialisasi yang ditandai linieritas sehingga terjadi pula pereduksian peran dan tanggung jawab guru sebatas tugas mengajar mata pelajaran yang diampunya.
Walhasil, berdasarkan hasil riset Bank Dunia 2009-2011, upaya profesionalisme guru dengan sertifikasi porto polio selama ini tidak berimplikasi pada peningkatan kualitas guru dan kualitas hasil belajar murid. Kegiatan itu hanya memperbaiki ekonomi guru dan meningkatkan minat menjadi guru, tetapi tidak berbanding lurus dengan peningkatan profesionalisme dan atau kinerja guru. 
Selain itu, profesionalisme guru mulai menunjukkan dampak buruk berupa gejala mental materialistis dan spesialistis yang perlu diantisipasi. Mentalitas guru perlu dikukuhkan agar tetap dalam paradigma pengabdian.
Menbangun metalitas guru    
Secara sederhana, perbaikan kinerja guru dapat dilakukan melalui pendekatan motif dan insentif. Pemerintah telah berusaha memberikan insentif melalui tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok guru tersetifikasi. Namun, pemerintah sejauh ini belum mengelola motif secara efektif. Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dan UKA/UKG yang mengawali atau mengikuti proses sertifikasi portofolio lebih bersifat formalitas dan tidak didesain secara cermat.  
Kegiatan profesionalisme guru lebih berkutat pada hal administratif, tidak diproses agar mengikat guru secara batin. Profesionalisme guru mendatang, senyampang pemerintah mengusung ide revolusi mental, harus menyentuh aspek mental dalam beragam dimensinya.
Pertama, membangun dan memperkuat paradigm pengabdian. Gerakan profesionalisme guru hendaknya selain memberikan kemahiran dan kesejahteraan, juga harus memperkuat hubungan logis antara pilihan profesi dan dasar-dasar religious yang ia yakini. Berkarier sebagai guru agar diniatkan sebagai pemenuhan atas tujuan penciptaan, yaitu pengabdian pada Tuhan melalui kerja kemanusiaan. Guru, kata Al-Ghazali (Ihya’ Ulumuddin, 1979:77), berperan menjalankan tugas kekhalifahan, menyempurnakan hati dan jiwa makhluk termulia di muka bumi, yakni manusia. Jadi, profesi guru adalah tugas profetik. Factor religiositas jika dikelola dengan benar dapat menjadi sumber motivasi positif yang tiada kering bagi guru Indonesia. Tanpa pemaknaan ukhrawi, kiranya para guru sukar menjawab pertanyaan, “Mengapa saya harus jdi guru yang baik?”
Kedua, membangun mental profesional, yaitu bekerja sekeras-kerasnya untuk menjadi yang terbaik, memberi yang terbaik, sehingga berhak mendapatkan imbalan sebaik-baiknya. Jiwa profesional harus dibangkitkan dari dalam diri dan tidak dapat digantungkan semata pada upaya eksternal dari pihak lain seperti dengan insentif atau dengan pelatihan yang dipenuhi ceramah. Pelatihan motivasi dan kinerja guru harus secara dinamis menumbuhkan rasa tanggung jawab melalui libatan peserta berdasarkan prinsip-prinsip andragogi. Setiap pelatihan harus dirancang sebagai titik tolak atau mengecas kembali spirit guru agar melakukan penyempurnaan mandiri yang sinambung. Guru-meminjam ungkapan Iwan Pranoto, guru Besar ITB-harus dibuat kasmaran dengan tugasnya.
Bangun suasana dialogis
Ketiga, mengubah pola pikir guru tantang murid dan pembelajaran. Murid adalah manusia multipotensi yang perlu ditumbuhkembangkan secara sehat dan dinamis melalui suasana dialogis. Menciptakan suasan terbuka dalam pembelajaran sangat penting agar anak tumbuh dan mekar menurut natur dan kulturnya. Oleh sebab itu, kata Ki Hadjar Dewantara, guru harus ngemong seperti tercermin dalam prinsip ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Untuk itu mental guru harus diubah dari aktor jadi fasilitator yang mampu mengubah kelas pasif dan duduk manis menjadi aktif serta dialogis.
Keempat, mendorong guru agar bekerja berdasarkan teori dan empirik serta peraturan dan etika profesi yang berlaku. Dengan profesionalisme, menurut Tilaar (2012), status guru mengalami demitologisasi. Mitos guru sebagai manusia paripurna, pekerja social yang tak mengharapkan imbalan, dan tabu berpolitik mengalami rasionalisasi. Sikap dan perilaku guru harus didasarkan pada prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan kaidah-kaidah moral.   
 Oleh sebab itu, UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen mewajibkan setiap guru menjadi anggota organisasi profesi yang berfungsi untuk memajukan profesi dan memperjuangkan haknya. Maka, pemerintah dan/atau pemerintah daerah seharusnya bermitra dan memfasilitasi organisasi profesi guru.
Kelima, menyadarkan guru agar menghindari efek buruk profesionalisme, yaitu sikap materialistis dan spesialistis berlebihan. Guru seyogianya secara moral bertanggung jawab atas pembimbingan tidak hanya dalam mata pelajaran yang diampunya, tetapi juga meliputi seluruh perkembangan dan perilaku murid. Untuk itu, sesuai dengan paradigma pengabdian, guru harus memiliki jiwa penolong sehingga tidak setiap gerak geriknya menuntut pembayaran.
Akhirulkalam, revolusi mental diperlukan agar guru kita mulai, sebagaimana larik guru “Pahlawan Tanpa Jasa” yang kini sudah tak popular lagi itu: “… bagai pelita dalam kegelapan, embun penyejuk dalam kehausan….”

Sumber : www.pgri.or.id

e-Kinerja Pastikan Pegawai Ketahui Apa yang Harus Dikerjakan

Bima Haria Wibisana membuka Bimbingan Teknis(Bimtek) Sistem e-kinerja ASN di Ruang Multimedia (foto: kis)
Upaya memberikan apresiasi dan pengakuan atas kinerja pegawai menjadi perhatian BKN dalam mewujudkan pelaksanaan merit system melalui e-kinerja. Dengan adanya aplikasi e-kinerja, diharapkan adanya kepastian bagi para pegawai yang menunjukkan kinerja baik dengan mendapatkan apresiasi yang baik pula. Demikian juga sebaliknya, bagi pegawai dengan kinerja buruk mendapatkan imbalan sesuai dengan apa yang ia lakukan. Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara, Bima Haria Wibisana saat membuka Bimbingan Teknis(Bimtek) Sistem e-kinerja ASN di Ruang Multimedia, lantai 12, Gedung II BKN, Senin (24/8). Bima menambahkan bahwa dengan adanya e-kinerja, kelak tidak ada lagi pegawai yang tidak tahu akan apa yang harus dikerjakan olehnya dan hanya sekedar menunggu perintah atasan. ‘Setiap pegawai akan mengetahui beban tugas serta apa yang harus dilakukan masing-masing,’ jelas Bima.
Pada kesempatan itu Bima juga menjelaskan bahwa dengan hadirnya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, paradigma BKN kedepan dituntut untuk men-digitalize semua proses kerja di mana hal itu termasuk dalam siklus manajemen ASN. Dan menjadi salah satu lingkup digitalize ini adalah e-kinerja yang sedang dibahas. Bima menekankan untuk dapat menjadi perhatian dalam pembahasan e-kinerja salah satunya tentang indikator kinerja. Perlu pendekatan positif dalam penetapan indikator kinerja, identifikasi performance dan bagaimana menerapkan pada masing-masing jabatan. Tak luput, Bima juga mengingatkan bahwa penting untuk diperhatikan akan kualitas kinerja dan bukan hanya melihat kuantitas kerja.
Kegiatan Bimtek ini diikuti oleh pegawai dari BKN Pusat maupun Regional I-XIV BKN dan dilaksanakan selama sehari. Kegiatan Bimtek ini sebagai upaya mempersiapkan e-kinerja sekaligus sebagai persiapan BKN dalam mengemban amanat UU ASN. Lebih jauh Bima menjelaskan bahwa melalui persiapan e-kinerja ini, BKN diharapkan akan lebih siap mengimplementasikan amanat undang-undang di saat Peraturan Pemerintah (PP) tentang ASN diterbitkan. fhu

Sumber : www.bkn.go.id
Responsive Ads Here